BERITAWAJO.ID – Saya belum sempat memposting cerita tentang Almarhum Andi Burhanuddin Unru (pung Bur), dan begitu pun tentang Almarhum Andi Syahrir Kube Dauda (pung Riri), banyak hal yang telah saya tulis tapi harus disortir hal-hal yang menyebut pejabat aktif. Ingin saya tulis lebih detail tapi mungkin belum momentum yang tepat.
****
Saya kenal Almarhum pung Bur tahun 90an, cukup dekat dengan beliau masa menjabat sebagai Asisten I sekertariat daerah pemda Wajo. Saya tau posisi minuman kemasan dan dimana ia menyimpan uangnya yang peruntukannya untuk sumbangan.
Komunikasi dan interaksi kami, pasang surut, pernah begitu sangat dekat dan ada masa harus begitu jauh. Pernah sehaluan dan pernah pula beda pandangan. Saat beliau di puncak kekuasaan, sangat jarang yang berani mengkitiknya secara terbuka dan saya berupaya mengambil peran tersebut. Pada kesempatan tertentu, beliau kadang memuji dan kadang pula sarkastik.
Hingga akhirnya, beberapa bulan lalu sebelum pandemi covid-19 mengganggu, kami sempat bertemu dirumahnya jalan Nusa Indah. Saat itu, beliau tidak lagi menjabat sebagai bupati. Kita berbincang santai seperti sebelum menjabat Bupati.
****
Tak ingat persis tahun berapa, saya mendengar kabar jika ia berhenti sebagai Sekertaris Daerah pemda Wajo. Saat itu saya putuskan berhenti bekerja di pertambangan dan kembali menemuinya. Bertemu di rumahnya ba’da isya, beliau mengenakan baju koko warna putih. Malam berikutnya, saya bincang2 diteras rumahnya, kami berencana lakukan pertemuan dengan cara mengumpul massa, awalnya beliau tidak yakin pertemuan bisa terlaksana karena saat itu hampir semua orang enggan menemuinya.
Baca Juga : Selamat Jalan Pung Bur, Ini Biodatanya
Bagi saya, almarhum adalah sosok yang unik, berkarakter tegas dan cenderung keras mempertahankan pendapat, tetapi sangat logis dan penuh tanggungjawab. Beliau sangat ulet, saya menyaksikan berbagai keunggulannya saat gerilya memperebutkan kemenangan pilkada langsung pertama kali di Wajo. Ia mampu berbaur di gress root, benar2 bunuh diri kelas.
Mungkin karena pengalaman panjangnya sebagai birokrat dan politisi sehingga kebijakannya terkesan sulit untuk dipengaruhi, namun dalam beberapa pengalaman saya berinteraksi dengannya, beliau lebih mudah dipengaruhi jika pertimbangan realitas dan regulatif.
****
Terakhir kali beliau menelepon saya secara langsung tahun 2008 melalui HPnya, masih pada masa-masa jelang pilkada Wajo. Saat itu, beliau baru saja menerima rekomandisi calon bupati, menghubungi saya hanya untuk menyampaikan ucapan terima kasih sekaligus menitip salam pada senior saya di Jakarta, salah satu petinggi partai pengusungnya saat itu.
Setelah beliau terpilih menjadi Bupati, saya tidak pernah lagi menginjakkan kaki dirumah pribadinya hingga beliau berhenti menjadi Bupati tahun 2019. Saat saya di DPRD, pertemuan saya lebih sering karena rapat paripurna, buka puasa dan upacara.
Tiga hari sebelum berakhir masa jabatannya untuk periode kedua, saya menemuinya diruang kerjanya. Saat itu, keliatan sangat santai duduk dibelakang meja, beliau mengenakan baju lengan panjang warna putih dengan celana jeans warna biru. Didepan mejanya beberapa pejabat eselon II (dua) duduk, hingga satu persatu mulai pamit saat saya mulai dipersilahkan duduk.
Walau sangat jarang bertemu fisik, tetapi sesungguhnya komunikasi kami tetap berjalan. Hingga suatu waktu pak Andi Lutfi Mukty mempertemukan kami diruangan kerja pak Firdaus Parkesi selaku sekda Wajo. Kami terbiasa komunikasi dengan cara berkirim pesan melalui orang lain, dan lebih sering pesan secara terbuka melalui media cetak.
***
Selamat jalan mitra tangguh.
Selamat jalan Pung Bur.
Penulis : Andi Gusti Makkarodda
Editor : Edi Prekendes