BERITAWAJO.ID SENGKANG – Teringat aksi AMI-WB mengeruduk kantor Kejaksaan karena BAP kasus pelecehan kepala desa Lempong di kembalikan oleh pihak kejaksaan, alasan pada bulan Oktober 2020 yang lalu bahwa kurangnya barang bukti di dalam BAP, Serta belum pernah diadakan gelar perkara pada kasus ini.
Lembaga Pelita Hukum Independent (PHI) melakukan aspirasi di Gedung DPRD Wajo pada hari Selasa (16/2/2021). Aspirasi ini membahas kasus pelecehan tersebut yang sangat lambat di proses pihal kejaksaan.
Sayangnya, tidak satupun pihak kejaksaan hadir pada aspirasi tersebut. Sudirman SH., MH selaku aktivis PHI yang juga membawa aspirasi ini ke Dewan Perwakilan Rakyat mngungkapkan bahwa seharusnya pihak kejaksaan hadir pada hari ini, supaya bisa dijelaskan.
“Harusnya ada pihak kejaksaan di sini,” ucapnya
Beliau melanjutkan bahwa jika kasus ini terhenti akan ada oknum lain nantinya yang akan berprilaku seperti tersangka dan berpikir jika berbuat seperti itu tidak akan di proses hukum.
“Nanti akan bebas oknum-oknum yang mencium sembarangan perempuan karena kasus seperti itu tidak di proses hukum,” Jelasnya
Sudirman menilai kasus ini perlu mendapat perhatian, karena pelakunya adalah kepala desa yang merupakanujung tombak pemerintahan, sementara korbannya adalah perwakilan akademisi yang sedang melakukan tugasnya di Desa Lempong.Harusnya, kata Sudirman,
Bupati dan DPRD Wajo risau, dan memberikan sanksi tegas atas perbuatan kepala desa tersebut.
“Bupati tidak boleh diam,seharusnya Kepala Desa Lempong dikasih sanksi tegas,” ujarnya.
Sudirman, mengaku mengkhawatirkan dampak buruk yang akan terjadi, jika kasus hukum berupa dugaan pencabulan yang dilakukan oknum Kepala Desa Lempong, terhadap salah seorang Mahasiswi, tidak berlanjut proses hukumnya.
“Jika kasus dugaan pencabulan ini tidak lanjut, maka akan berdampak buruk di masa yang akan datang. Kasus ini akan menjadi contoh, bahwa jika kita mencium seorang perempuan, maka kita tidak akan diproses hukum,” jelasnya.
Kekhawatiran Advokat ini cukup beralasan, pasalnya berkas BAP yang disampaikan penyidik kepolisian kepada jaksa Kejaksaan Negeri Wajo belum mendapatkan P 21.
Abdul Kadir Nongko sangat menyayangkan tidaksingkronnya pendapat Penyidik dan Jaksa dalam penanganan kasus ini. Padahal, katanya, banyak kasus serupa yang sudah ditangani dan disidangkan di pengadilan.
“Harusnya Polisi sebagai penyidik dan Jaksa sebagai penuntut, singkron dalam menangani kasus cabul ini, tapi kenyataannya mereka punya keyakinan yang berbeda,” ujar Kadir.
Ketua SBSI Kabupaten Wajo ini, sangat menyesalkan jika kasus ini tidak lanjut proses hukumnya, apalagi kasus ini sudah direkonstruksi berdasarkan petunjuk Jaksa.
Kanit Lidik III Sat Reserse Polres Wajo, Iptu A Irfan Fahri, yang hadir mewakili Kapolres Wajo, mengaku sudah memproses kasusini sesuai dengan prosedur yang ada.
Menurut Irfan, penyidik sangat serius dan berhatihati menangani kasus ini. Penyidik sudah bekerja “berdarah-darah” untuk mengantisipasi hal hal yang dapat terjadi
dibelakang hari.
“Selaku penyidik kami sangat yakin, kasus ini sudah memenuhi unsur, 2 alat bukti sudah ada, kita juga sudah meminta keterangan saksi ahli bahasa dan ahli pidana,”
ujarnya.
Bahkan lanjut Irfan, sebelum masuk tahap penyidikan, 4 kali dilakukan gelar perkara untuk mendalami kasus ini. Tapi, kata Irfan, keyakinan
penyidik, tidak sama dengan keyakinan Jaksa, sehingga berkas ini sudah 2 kali bolak balik dari penyidik ke Jaksa.
Ketua Tim penerima aspirasi DPRD Wajo, Taqwa Gaffar SH, menyebut kasus ini bukan domain dari DPRD Wajo.
“Kasus ini bukan domain DPRD Wajo, karena sudah berproses hukum, tapi tidak ada salahnya kita silaturahmi dan berdiskusi dalam forum ini,” ujarnya.
Legislator fraksi Nasdem ini berharap, aparat penegak hukum dapat memproses kasus ini sesuai dengan prosedur yang berlaku.
“Kami dari DPRD Wajo tetap berharap dan mempercayakan aparathukum untuk menyelesaikan kasus ini,” harapnya.
Sayangnya, pada aspirasi yang digelar PHI Wajo ini, tak satupun dari Pihak Kejaksaan Negeri Wajo yang hadir.(Red. Adv. Humas DPRD Wajo)
Editor : Edi Prekendes