Bismillah
RENUNGAN
Tidakkah kita menyadari bahwa setiap hari yang berganti sesungguhnya jatah usia kita telah berkurang,
Tidakkah kita merenungi bukankah setiap menit waktu yang berlalu sejatinya kita sedang mendekati ajal.
Tidakkah kita menyesali bahwa usia yang kita lewati kelak akan ditanya untuk apa kita habiskan ?
Lantas masih pantaskah kita merayakan ulang tahun ?
Bukankah seharusnya ini lebih pantas kita tangisi dari pada kita rayakan.
Bukankah seharusnya lebih penting kita mempersiapkan kematian dari pada merayakan kelahiran.
Bukankah seharusnya kita menjadi seorang muslim yang cerdas yang banyak mengingat kematian dan menyiapkan bekalnya.
Bukankah sejatinya ketika kita merayakan ulang tahun sama halnya kita sedang merayakan menyambut kematian kita.
Maka tidakkah kita merasa khawatir untuk bertemu di hadapan Allah ?
Sudahkah waktu dan usia yg Allah berikan ini kita pergunakan sebaik-baiknya untuk mengerjakan amal shalih ?
Berapa banyak sudah bekal amal yang telah kita persiapkan ?
Dan sudah yakinkah kita akan selamat dari azab kubur dan siksa neraka ?
Saudara ku… sungguh waktu kita didunia ini tak banyak, maka sibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat untuk akhirat mu.
Dan tinggalkanlah apa saja yg tidak bermanfaat kebaikan bagi dunia dan akhirat mu.
Ingatlah bahwa bekal amal kita masih sedikit,
sedangkan dosa-dosa terus bertambah.
Dan ketahuilah kita merayakan ulang tahun atau tidak, tetap saja jatah ajal kita sudah di tetapkan dan tak dapat dirubah.
Lalu apa yang hendak kita banggakan dengan merayakan ulang tahun ?
Bukankah tidak penting kita meninggal saat ini atau nanti.
Sebab yang terpenting adalah dalam keadaan apa dan bekal apa yang akan kita bawa mati.
Untuk masalah amal shalih sebagai bekal menyongsong kehidupan akhirat, sudah banyak sekali berbagai teladan yg ditorehkan para ulama, yg tentu jika dibandingkan para ulama, kita bukan apa-apa juga bukan siapa-siapa. Salah satu contohnya kisah menjelang wafat Ibnu Rajab yg selayaknya bisa jadi renungan.
Al-‘Ulaimi rahimahullah dalam al-Manhaj al-Ahmad mendapat informasi dari Syaikh Syamsuddin bin Nashiruddin rahimahullah mengenai wafatnya Ibnu Rajab yg dimakamkan di Babus Shagir yg berdampingan dgn makam Abu al-Faraj Abdul Wahid bin Muhammad asy-Syirazi rahimahullah.
Seorang penggali makam menceritakan, Ibnu Rajab mendatanginya meminta digalikan lubang kuburan bagi beliau beberapa hari sebelum beliau wafat. “Tolong gali liang kubur disini” begitu kata beliau. Setelah selesai penggalian, Ibnu Rajab malah turun ke liang lahad tersebut lalu mencoba berbaring, sambil berkata “lubang ini bagus” lalu setelah itu keluar. Si penggali makam pun terheran-heran melihat kelakuan Ibnu Rajab. Namun, kegiatan tersebut ternyata bukan lucu-lucuan. Sang penggali makam betul-betul merasakan kehilangan, dia berkata “Demi Allah tidak terasa berlalu beberapa hari ternyata beliau sudah dibawa menggunakan keranda mayyit, saya sendiri ternyata yg meletakan sang imam di liang lahad ini dan menguburnya.”
Begitulah salah satu contoh bagaimana seorang ulama mempersiapkan kematian. Liang lahad calon pembaringan terakhir pun dipersiapkan dgn baik oleh beliau. Sampai sedetil itu seorang ulama ‘mempersiapkan’ kematiannya.
Lalu bagaimana dengan kita?
Semoga Allah mengampuni segala dosa & menerima segala amal kita. Semoga ada amal-amal ikhlas yg tidak kita duga yg kelak bisa diandalkan menjadi bekal menuju akhirat. Ya Allah…
Sumber : Google
Editor : Edi Prekendes