BERITAWAJO.ID, SENGKANG - Pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018, Pasangan calon Amran Mahmud dan Amran SE (Pammase) membuat komitmen besar kepada masyarakat Wajo. Salah satu janji yang disampaikan adalah pemekaran Wajo Utara, yang mereka tetapkan melalui penandatanganan *Pakta Integritas.* Pakta ini menjadi landasan komitmen Pammase untuk memperjuangkan pemekaran wilayah demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Wajo Utara.
Namun, setelah menduduki jabatan Bupati, janji itu tidak pernah diwujudkan. Hingga akhir masa jabatan, tidak ada langkah nyata untuk mengusulkan pemekaran yang dijanjikan, apalagi mewujudkannya. Hal ini menimbulkan kekecewaan mendalam, terutama bagi masyarakat yang menaruh harapan besar pada pemekaran tersebut.
Kini, jelang Pilkada 2024, Amran Mahmud kembali maju sebagai calon Bupati. Ironisnya, *janji yang serupa kembali dilakukan,* kali ini melalui *Pakta Integritas* baru yang berisi rencana pemekaran Kecamatan Pitumpanua dan Kecamatan Keera. Janji ini, tentu saja, menimbulkan pertanyaan besar: Mengapa janji lama yang belum direalisasikan kini diulang dalam bentuk yang hampir sama? Bahkan yang bertanda tangan pada pakta integritas 2018 adalah orang yang sama yakni Amran Mahmud, Amran SE serta Elfrianto. Tahun ini juga dilakukan oleh orang yang sama.
*Apa itu Pakta Integritas?*
Pakta Integritas adalah sebuah pernyataan tertulis yang berisi komitmen seorang pejabat publik atau calon pemimpin untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan integritas tinggi, transparansi, dan akuntabilitas. Melalui pakta ini, pemimpin berjanji akan mematuhi komitmennya, tidak melakukan penyimpangan, dan mewujudkan janji-janji politiknya dengan kesungguhan.
Namun, seorang pemimpin yang menandatangani Pakta Integritas tetapi tidak menepati janjinya, apalagi terkait hal-hal krusial seperti pemekaran wilayah yang diharapkan masyarakat, tentu mempertanyakan integritasnya. Integritas bukan sekadar janji di atas kertas, melainkan komitmen yang harus diwujudkan dalam tindakan nyata.
*Pemimpin Bugis: Getteng, Lempu, dan Ada Tongeng*
Dalam tradisi masyarakat Bugis, seorang pemimpin harus memiliki tiga prinsip utama: *Getteng* (teguh pada prinsip), *Lempu* (jujur), dan *Ada Tongeng* (berkata benar). Pemimpin yang berintegritas bukan hanya sekadar pandai berbicara, tetapi harus memiliki keteguhan hati untuk menepati setiap janjinya, jujur dalam melayani rakyat dan berbicara serta bertindak berdasarkan kebenaran.
Ketika seorang calon pemimpin tidak menepati janjinya, apalagi mengulang janji yang belum ditepati, maka ia telah mengkhianati prinsip *getteng* dan *ada tongeng*. Oleh karena itu, calon seperti ini tidak hanya tidak layak dipilih kembali tetapi juga tidak pantas mencalonkan diri sebagai pemimpin Bugis yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur ini.
Sebagai masyarakat, terutama warga Pitumpanua dan Keera, sudah sepatutnya lebih kritis dan bijak dalam menilai janji-janji politik yang diberikan. Jangan sampai janji lama yang tak pernah terealisasi kembali hal serupa diucapkan tanpa ada keseriusan untuk melaksanakannya.
*_Janjimu seperti embun pagi,_*
*_Menyilaukan namun cepat berlalu;_*
*_Jangan tertipu oleh janji,_*
*_Pilihlah pemimpin yang benar dan tahu malu._*
Masyarakat perlu berhati-hati terhadap janji yang terdengar indah namun sulit direalisasikan. 1000 Kilometer dijanjikan tapi lihat jalanan disekita anda, apakah telah mulus?. Seorang pemimpin sejati adalah dia yang memegang teguh janji dan integritas, bukan sekadar menjadikan janji politik sebagai alat untuk meraih kekuasaan.
Oleh: Sainal
Editor : Edi Prekendes