BERITAWAJO.ID, MAKASSAR - HMI Cabang Makassar Timur dengan tegas menyatakan sikap menolak kebijakan pemerintah di bawah Presiden Prabowo Subianto yang menaikkan pajak pertambahan nilai (ppn) 12 persen yang akan mulai berlaku 1 januari 2025 nanti.
HMI Cabang Makassar Timur yang di wakili Ketua Bidang Media dan Komunikasi Publik Fikri Haikal meminta untuk mengkaji ulang Kenaikan PPN 12 Persen dengan mempertimbangkan Kesejahteraan Rakyat, mengingat keadaan ekonomi masyarakat sekarang tidak sesuai untuk di berlakukan kenaikan pajak.
" kebijakan PPN 12 Persen ini saya rasa di ambil pemerintah tanpa melihat keadaan ekonomi masyarakat yang masih merangkak dan akan makin banyak masyarakat yang bergantung kepada pinjol ataupun bermain judol untuk memenuhi kebutuhan hidup" Ujar Fikri Haikal.
Sebelumnya, rencana kenaikan PPN 12 Persen sudah terdengar sejak Kampanye Presiden Prabowo hal ini di nilai sebagai bentuk atau upaya menutup anggaran yang membengkak akibat Kabinet Gemuk yang membutuhkan anggaran besar.
Menurut data Kompas, Akibat Kabinet Gemuk belanja kementerian dan Lembaga di APBN 2025 berpotensi membengkak. Banyak Menteri minta kenaikan Anggaran, Kemenkeu pastikan belanja 2025 bertambah.
Disisi lain Anggaran Polri di tahun 2025 naik Rp 126 T dengan maksud meningkatkan kinerja polri tetapi berbanding terbalik dengan kajadian yang akhir-akhir ini terjadi yang turut menyeret nama Polri.
" Selama ini PPN 11 Persen sudah termasuk tinggi dan cukup mencekek rakyat, terlebih pajak yang di korupsi dan berdampak kepada masyarakat yang tidak dapat melihat ataupun menikmatinya secara langsung hasil dari pajak yang mereka bayar," Kata Fikri.
Fikri Haikal menilai kenaikan PPN ini sejalan dengan Pemerintahan Presiden Prabowo yang akan menambah anggaran akibat Kabinet yang gemuk akibat politik balas budi, sedangkan kenaikan anggaran untuk Polri, Fikri menilai akan menambah kecemasan masyarakat akibat Extra Judicial killing yang di lakukan anggota Kepolisian.
Sebelumnya, Pemerintah mengklaim bahwa uang pajak akan dikembalikan dalam bentuk berbagai program sosial. Namun kenyataannya, kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen tidak serta merta menjamin bahwa uang pajak tersebut akan kembali kepada masyarakat membuat kesejahteraan makin jauh dari masyarakat.
Tak hanya kelompok miskin terkena dampaknya, Kelompok rentan miskin yang memiliki penghasilan sedikit lebih tinggi dari kelompok miskin yang masih jauh dari kesejahteraan, juga tidak lepas dari dampak negatif kenaikan PPN. Mereka diperkirakan akan mengalami kenaikan pengeluaran sebesar Rp153.871 per bulan atau Rp1.846.455 per tahun.
Jelas Kenaikan pengeluaran ini juga mempengaruhi kemampuan menabung atau investasi bagi Gen Z. Dengan tambahan pengeluaran hampir Rp1,75 juta, tabungan yang mereka kumpulkan akan berkurang. Ini menjadi tantangan tersendiri, karena bagi banyak dari mereka, menabung dan merencanakan masa depan finansial adalah hal yang penting.
Jika pengeluaran terus meningkat tanpa adanya peningkatan pendapatan yang signifikan, Gen Z berisiko mengalami kesulitan dalam merencanakan keuangan mereka untuk tujuan jangka panjang, seperti membeli rumah atau mempersiapkan dana pensiun.(Red)
Editor : Edi Prekendes